BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menjunjung tinggi akan nilai-nilai dan kandungan apa yang menjadi
sebuah ajaran dalam agama, bagi seorang pengukutnya tntunya sudah menjadi
keniscayaan untuk diikuti dan ditaati. Karena itu, sudah menjadi sebuah
konsekuensi logis
Dalam ajaran Islam kitadilrang untuk mengikuti sesuatu tanpa kita
memilki pengetahuan akan sesuatu itu. Inilah yang menjadi alasan bagi kami
dalam penyusunan makalah ini untuk dijadikan sebagai bahan acuan dalam
menjalankan apa yang menjadi perintah dalam ajaran Islam.
Adapun pedoman-pedoman dalam Islam yakni al-Quran dan al-Hadis.
Kedua pedoman ini dia tidak berpisah penjelasan akan al-Quran terkadang
terdapat dalam hadisyakni ayat-ayat yang bersifat universal dalam artian bahwa
penjabaran akan sebuah hukum biasanya terdapat dlam hadis, begitu pula sebaliknya.
Hadis juga merupakan penuturan dari perkataan, perbuatan dan taqriri
dari Nabi saw. Olehnya itu ita sebagai penganut islam yang kemudian meyakini
akan hadis harus mengikuti dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalammakalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bunyi Hadis ar-Ba’in al-Nawawy
ke-14.
2.
Bagaiman Syarah dari hadis
tersebut.
3.
Bagaiman penjelasan dari hadis
tersebut.
4.
Apa hikmah dari hadis itu.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Hadis Arba’in al-Nawawy
ke 14
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ
مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ
بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ
الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ
لِلْجَمَاعَةِ
“Dari Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang
bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab :
Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan
agamanya berpisah dari jamaahnya”.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Takhrij
hadis:
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia
berkata: bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Tidak halal
darah seseorang muslim yang telah bersaksi tidak ada Ilah kecuali Allah
dan aku sebagai utusan Allah, kecuali disebabkan salah satu di antara
tiga hal: ats tsayyib az zaaniy (orang yang sudah nikah/janda/duda
yang berzina), jiwa dengan jiwa (membunuh), meninggalkan agamanya adalah
orang yang memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
-
Imam
Al Bukhari dalam Shahihnya No. 6878
-
Imam
Muslim dalam Shahihnya No. 1676
-
Imam
Abu Daud dalam Sunannya No. 4352
-
Imam
At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1402
-
Imam
An Nasa’i dalam Sunannya No. 4016
-
Imam
Ibnu Majah dalam Sunannya No. 2534
-
Imam
Ad Daruquthni dalam As Sunannya No. 3134
-
Imam
Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 4407
-
Imam
Ahmad dalam Musnadnya No. 3621
-
Imam
Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 5202
-
Imam
Al Bazzar dalam Musnadnya No. 1539
-
Imam
Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 5331, dan As Sunanul Kubra No.
194, 202, 213
-
Imam
Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah No. 60, 893
-
Imam
Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 14/270
-
Imam
‘Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 18704
-
Imam
Al Humaidy dalam Musnadnya No. 119
-
Imam
Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Aatsar, 3/160-161, juga
Syarh Musykilul Aatsar, 2/321
-
Imam
Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 2517
-
Imam
Abu ‘Uwanah dalam Al Mustakhraj No. 4984 sampai 4989Wallahu A’lam
Pelajaran
yang terdapat dalam hadits / الفوائد
من الحديث :
1. Tidak boleh menumpahkan darah kaum
muslimin kecuali dengan tiga sebab, yaitu : zina muhshon (orang yang sudah
menikah), membunuh manusia dengan sengaja dan meninggalkan agamanya (murtad)
berpisah dari jamaah kaum muslimin.
2. Islam sangat menjaga kehormatan,
nyawa dan agama dengan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang mengganggunya
seperti dengan melakukan zina, pembunuhan dan murtad.
3. Sesungguhnya agama yang disepakati
adalah yang dipegang oleh jamaah kaum muslimin, maka wajib dijaga dan tidak
boleh keluar darinya.
4. Hukum pidana dalam Islam sangat
keras, hal itu bertujuan untuk mencegah (preventif) dan melindungi.
5. Pendidikan bagi masyarakat untuk
takut kepada Allah ta’ala dan selalu merasa terawasi oleh-Nya dan keadaan
tersembunyi atau terbuka sebelum dilaksanakannya hukuman.
6. Hadits diatas menunjukkan
pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian.
7. Dalam hadits tersebut merupakan
ancaman bagi siapa yang membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah ta’ala.
B. Syarah Hadis
لَا
يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ : Tidak halal darah seseorang muslim
Yakni haram darah
seorang muslim untuk ditumpahkan (dibunuh). Hal ini sesuai hadits:
إِنَّ دِمَاءَكَمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاَضَكُمْ عَليْكُمْ
حَرَامٌ
“Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian (untuk
diganggu).”(HR. Bukhari No. 105 dan Muslim no. 1679)
Para ulama memaknainya “tidak halal darah seseorang muslim”
sebagai keharaman membunuh seorang muslim. Syaikh ‘Utsaimin Rahimahullah
menjelaskan:
"لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ"
أي لا يحل قتله،وفسّرناها بذلك لأن هذا هو المعروف في اللغة العربية
“Tidak
halal darah seseorang muslim” yaitu tidal halal membunuhnya, kami
menafsirkannya demikian karena itu sudah dikenal (ma’ruf) dalam
bahasa Arab. (Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 158)
Syaikh Ismail
Al Anshari Rahimahullah mengatakan pula:
لا يحل دم امريء : لا تجوز
إراقة دمه . والمراد النهي عن قتله ولو لم يرق دمه .
Tidak
halal darah seseorang artinya tidak boleh menumpahkan darahnya.Maksudnya
adalah larangan membunuhnya, walaupun darahnya tidak tumpah.(At
Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah hadits ke 14)
Muslim
di sini adalah siapa saja yang mengucapkan dua kalimat syahadat secara sadar
dan ridha.Maka, mereka terjaga jiwanya dan kita pun dilarang menyakitinya.
Selanjutnya:
إِلَّا
بِإِحْدَى ثَلَاثٍ:kecuali
karena satu di antara tiga hal
Yakni
jika salah satunya terjadi, atau dua, apalagi semuanya, maka mereka boleh
ditumpahkan darahnya karena tiga keadaan tersebut.
Syaikh
Muhammad bin Ismail Al Anshari menjelaskan kenapa tiga hal ini jika dilakukan,
maka pelakunya wajib dibunuh:
خصال يجب على الإمام القتل بها
لما فيه من المصلحة العامة ،وهي حفظ النفوس والأنساب والدين
“Perbuatan
yang dengannya wajib bagi imam untuk membunuh/memeranginya, karena di dalamnya
terdapat maslahat yang luas, yaitu penjagaan terhadap jiwa, nasab, dan agama.(At
Tuhfah, Syarah No. 14)
Imam
Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah mengatakan:
وهؤلاء الثلاثة مباحو الدم
بالنص
“Dan
ketiga hal ini merupakan alasan kemubahan ditumpahkannya darah berdasarkan nash.”
maksudnya:
tidak halal menyengaja bermaksud untuk membunuh kecuali tiga hal ini. (Imam Ibnu
Daqiq Al ‘Id, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 65. Maktabah Misykah)
Selanjutnya:
الثَّيِّبُ الزَّانِيْ : orang yang sudah
menikah, atau janda, atau duda yang berzina
Yaitu zina muhshan.Dan telah disepakati (ijma’)
bahwa pelakunya mesti di rajam sampai wafat.
Imam Abul ‘Abbas Al Qurthubi Rahimahullah
menjelaskan:
Ats Tsayyib di sini adalah Al Muhshan. Itu adalah nama jenis yang
termasuk di dalamnya laki-laki dan perempuan. Ini adalah hujjah atas
apa-apa yang telah disepakati kaum muslimin, di antara hukuman bagi pelaku zina
muhshan adalah rajam. (Al Mufhim, 15/119)
Berkata
Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah:
Sabdanya
(orang yang sudah menikah, atau janda, atau duda
yang berzina) mengisyaratkan kepada
apa-apa yang telah disepakati kaum muslimin berupa rajam.(Ikmal Al Mu’allim,
5/247. Lihat juga Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 66)
Ada pun untuk gadis atau perjaka yang berzina (ghairu
muhshan) juga telah ijma’ bahwa mereka didera/cambuk seratus kali.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
Para fuqaha telah sepakat bahwa gadis merdeka, jika dia berzina maka
dia dihukum jilid (cambuk/dera) seratus kali, sama saja baik laki-laki dan
perempuan, karena Allah Ta’ala berfirman: “Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman”. (QS. An Nuur
(24): 2) (Fiqhus Sunnah, 2/406)
Inilah hukum-hukum Allah Ta’ala yang terkait dengan pelaku zina.
Segenap umat Islam wajib mentaatinya, dan wajib dijalankan oleh pemimpin kaum
muslimin, namun sayang hukum-hukum ini hanya berserekan dalam kitab-kitab para
ulama, tanpa ada negeri muslim yang menjalankannya.
Lalu:
وَالنَّفْسُ بِالنَّفْس: dan
jiwa dengan jiwa
Yaitu
seseorang yang membunuh orang lain, maka pelakunya mesti dihukum mati. Itupun
setelah mendapatkan vonis dari mahkamah syariah yang membuktikan dan dieksekusi
oleh Negara.
Allah
swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat
suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan
cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
(QS. Al Baqarah (2): 178)
Berkata Syaikh ‘Utsaimin: “Rahimahullah:Jiwa dengan jiwa”
maksudnya adalah qishash, yaitu seseorang manusia membunuh manusia
secara sengaja maka dia juga dibunuh dengan syarat-syarat yang sudah diketahui.
(Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 158)
Namun jika pembunuhan terjadi
secara tidak sengaja, maka tidaklah diqishash. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً
Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja). (QS.
An Nisa (4): 92)
Tetapi,
si pembunuh tidak sengaja ini juga harus melaksanakan kafaratnya sebagaimana
pada kelanjutan ayat ini, yaitu:
a.
Memerdekan seorang budak yang
beriman, dan memberikan diyat (ganti rugi) kepada keluarga si mayat,
kecuali jika keluarganya membebaskannya dan menganggap seekah buat si pembunuh.
b.
jika yang dibunuh adalah kafir
dzimmi maka diyat tersebut diberika kepada keluarganya, dan juga
membebaskan seorang budak yang mukmin.
c.
Jika membebaskan budak dan
membayar diyat tidak mampu, maka mesti berpuasa dua bulan berturut-turut.
Di sini kita memahami, bahwa kafir dzimmi tidak boleh
dibunuh, jika dibunuh secara tidak sengaja maka pelakunya wajib melakukan
kifarat seperti tersebut di atas.
Selanjutnya:
وَالتَّاركُ
لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ للجمَاعَةِdan orang yang
meninggalkan agamanya adalah orang yang memisahkan diri dari jamaah
Yaitu orang yang murtad. Dan, murtad merupakan kriminalitas
tertinggi sehingga pelakunya dibunuh.
Imam
An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
“Ini
adalah secara umum, pada setiap orang yang murtad dari Islam dalam keadaan apa
pun dia, maka wajib membunuhnya jika dia tidak kembali kepada Islam. Ulama
mengatakan: ini juga berlaku untuk semua yang keluar dari jamaah (kaum
muslimin) berupa melakukan bid’ah, berontak, atau selain keduanya, begitu juga
kaum khawarij. Wallahu A’lam”(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/87. Mawqi’
Ruh Al Islam)
Al
‘Allamah Ibnu Al ‘Utsaimin Rahimahullah menjelaskan juga:
“Meninggalkan agamanya” yakni
dengan itu dia murtad dengan segala macam bentuk riddah (kemurtadan).
Sabdanya “memisahkan diri dari jamaah” , ini merupakan sambungan
penjelasannya, yakni bahwa orang yang meninggalkan agamanya adalah orang yang
memisahkan diri dari jamaah, dia keluar darinya. (Syarhul Arbain An
Nawawiyah, Hal. 158)
C. Penjelasan Hadis
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan bahwa darah kaum muslimin terhormat, diharamkan, dan tidak halal
ditumpahkan, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara:
1.
Orang yang sudah menikah
berzina, yakni orang yang telah menikah kemudian berzina, setelah Allah
karuniakan kepadanya pernikahan.
2.
Jiwa dibalas jiwa.
Ini adalah Hukum Qishas. Berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas,
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (Al
Baqarah: 178).
3.
Orang yang meninggalkan agamanya
yang memisahkan dari jama’ah, yang dimaksud adalah orang-orang yang keluar dari
(memberontak) imam (pemerintah), maka orang seperti ini boleh dibunuh sampai ia
kembali dan bertaubat kepada Allah.
Dan ada beberapa perkara lainnya yang tidak disebut dalam hadits ini
yang juga menghalalkan darah seorang muslim, akan tetapi perkataan Rasulullah
sebagiannya menghimpun sebagian yang lainnya, dan sebagiannya melengkapi
sebagian yang lainnya.
Hadits ini mengajarkan bahwa seorang yang sudah menjadi muslim
telah terpelihara dan terjaga darahnya, yakni nyawanya. Mereka menjadi
terhormat karena keislamannya. Telah menjadi ijma’ bahwa haram hukumnya
seorang muslim dibunuh tanpa hak, bahkan jika sengaja melakukannya,
termasuk pelaku dosa besar dengan ancaman neraka, bahkan kekal di dalamnya.
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
dan Barangsiapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia
di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab
yang besar baginya. (QS. An Nisa (4): 93)
Dari beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah Radhial,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
سباب المسلم فسوق، وقتاله كفر
“Mencela seorang muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kufur.”(HR.
Bukhari)
Ada tiga sebab menurut hadits di atas seseorang muslim boleh
diperangi. Maka, jika tiga sebab ini terjadi, walau hanya salah satunya maka
dia berhak ditumpahkan darahnya. Namun, hal tersebut mesti dilakukan setelah
mendapat vonis dari mahkamah syariah secara meyakinkan dan yang
mengeksekusi adalah negara. Seorang individu sangat tidak dibenarkan main hakim
sendiri.
Imam
Ibnu Katsir Rahimahullah mengomentari:
Kemudian jika terjadi sesuatu dari tiga hal ini, maka bukanlah
seseorang dari rakyat yang membunuhnya, sesungguhnya hal itu adalah tugas imam
atau wakilnya.(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/373)
Ketiga hal tersebut adalah:
a.
Seorang yang sudah nikah, atau
janda, atau duda, yang berzina.
b.
Seorang yang membunuh manusia
lain secara tidak hak.
c.
Orang yang meninggalkan agama
dan jamaahnya (murtad).
Syaikh
Ismail Al Anshari Rahimahullah menjelaskan:
“kecuali
disebabkan salah satu di antara tiga hal : yaitu perbuatan yang
dengannya membuat imam (pemimpin) wajib memeranginya karena di dalamnya
terkandung kemaslahatan umum, yakni menjaga jiwa, menjaga nasab, dan agama.” (At
Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 14)
Sebenarnya ada sebab lain selain tiga di atas, seseorang boleh
diperangi sebagai mana tertera dalam beberapa hadits, ketetapan para
fuqaha, dan kenyataan pelaksanaan syariah pada masa awal Islam, yakni setelah adanya
keputusan Negara dan dieksekusi pula oleh Negara. Hal-hal tersebut
seperti menolak zakat, meninggalkan shalat wajib (menurut Ahmad dan
Asy Syafi’i), memperolok-olok Allah, RasulNya, dan Al Quran, bahkan sebagian
tabi’in juga memasukkan para pencela sahabat nabi sebagai kelompok yang boleh
diperangi, para pengaku nabi baru, pelaku liwath (homo seks), muslim
yang memata-matai kaum muslimin sendiri, dan lain-lain.
Hadits ini menegaskan kembali ketinggian nilai seorang muslim. Oleh
karenanya, setiap muslim mesti memperhatikan perilakunya terhadap saudaranya.
Jangan sampai menyakitinya, baik perasaan, fisik, dan hartanya, baik dilakukan
lisan, tulisan, dan tangan.Semuanya adalah perbuatan terlarang secara pasti.
Secara tersirat (mafhum mukhalafah) menunjukkan bahwa orang
kafir (non muslim) tidaklah terjaga darahnya, kecuali jika mereka termasuk kafir
mu’aahad, kafir dzimmi, dan kafir musta’man.
a.
Kafir Mu’aahad
Adalah mereka adalah orang-orang yang berdamai dengan imam kaum
muslimin untuk tidak berperang dalam waktu yang telah diketahui (disepakati)
untuk kemasalahatan.Al Mu’ahad diambil dari kata Al ‘Ahdu (janji)
yaitu shulhu (perjanjian damai) yang telah ditentukan, dan dinamakan hudnah
(gencatan senjata), juga dinamakan Al Muhaadanah, Al Mu’aahadah
(agreement), Al Musaalamah (perdamaian), dan Al Muwaada’ah. (Fathul
Qadir, 4/293. Al Fatawa Al Hindiyah, 1/181. Al Kharasyi,
3/175. Fathul ‘Ali, 1/333. Asy Syarhul Ad Dardir, 2/190.Al
Qawaanin Al Fiqhiyah, Hal. 154. Mughni Al Muhtaj, 4/260. Al Umm,
4/110.Nihayah Al Muhtaj, 7/235, Kasysyaf Al Qina’, 3/103. Al
Mughni, 4/459-461. Zaadul Ma’ad, 2/76. Al Muharrar fil Fiqhil
Hambaliy, 2/182. Al Ikhtiyarat, Hal. 188)
Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin juga mengatakan:
Al Mu’ahad adalah siapa saja yang antara
kita dan dia ada perjanjian, sebagaimana yang berlangsung antara Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan kaum Quraisy di Hudaibiyah. (Syaikh Al ‘Utsaimin,
Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 159. Mawqi’ Ruh Al Islam)
b.
Kafir dzimmi atau ahli dzimmah
AdalahAhlu Az Dzimmah adalah orang-orang kafir yang menetapkan
kekafirannya di Negara Islam dengan menjalankan kewajiban membayar jizyah
dan dilaksanakannya syariat Islam pada mereka. (Jawahirul Iklil, 1/105. Kasysyaf
Al Qina’, 1/704)
c.
Kafir
Musta’man
Adalah:Al Musta’man pada dasarnya: orang yang meminta keamanan, yaitu orang kafir yang
masuk ke Negara Islam dengan aman, atau seorang muslim jika masuk ke nagara
kafir dengan aman. (Durar Al Hikam, 1/262. Hasyiah Abi Su’ud,
3/440. Ad Durul Mukhtar, 3/247)
ketiga
kelompok kuffar inilah yang terlindungi darahnya, selama status mereka
belum berubah. Kapankah status mereka berubah? Para ulama mengatakan:
يُصْبِحُ
الذِّمِّيُّ وَالْمُعَاهَدُ وَالْمُسْتَأْمَنُ فِي حُكْمِ الْحَرْبِيِّ
بِاللَّحَاقِ بِاخْتِيَارِهِ بِدَارِ الْحَرْبِ مُقِيمًا فِيهَا ، أَوْ إِذَا
نَقَضَ عَهْدَ ذِمَّتِهِ فَيَحِل دَمُهُ وَمَالُهُ
Kafir Dzimmi, Mu’aahad, dan Musta’man
akan dihukumi menjadi kafir harbi , saat dia memiliih bermukim
di Negara perang (darul harbi), atau jika dia membatalkan perjanjiannya
maka halal darah dan hartanya.(Ad Durul Mukhtar, 3/275, 303. Asy Syarhush
Shagir, 2/316. Mughni Al Muhtaj, 258-262. Al Mughni, 8/458)
D.
Hikmah Hadis
Hadits ini mengandung beberapa faedah, di
antaranya adalah:
1. Penghormatanterhadap seorang muslim.
Bahwa darah seorang muslim adalah terlindungi, berdasarkan sabdanya,
“Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga
perkara.”.
2. Darah seorang muslim halal dengan tiga perkara ini.
3. Orang yang sudah menikah berzina.
Yakni orang yang berzina setelah Allah karuniakan kepadanya
pernikahan yang sah, kemudian berhubungan badan dengan istrinya, kemudian ia
berzina setelah itu, maka ia dihukum rajam sampai mati.
4. “Jiwa dibalas dengan jiwa.”
Yakni jika ia membunuh seseorang dan lengkap sudah syarat-syarat
qishasnya, maka ia dibunuh dengan sebab itu. Berdasarkan dengan firman Allah
subhanahu wata’ala,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas, berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh. (Al Baqarah: 178). Dan firmanNya,
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ
“Dan kami telah menetapkan kepada mereka di dalamnya, bahwa nyawa
dibalas dengan nyawa.” (Al Maa’idah: 45).
5. “Orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jama’ah.”
Yang dimaksud adalah orang yang murtad. Jika seseorang murtad dari
agama Islam, maka darahnya dihalalkan, karena dengan itu ia menjadi seseorang
yang tidak lagi terlindung darahnya.
6. Wajibnya hukum rajam bagi pezina (yang sudah menikah),
berdasarkan sabdanya, “Orang yang menikah berzina.”
7. Bolehnya qishas tetapi seseorang
yakni orang yang berhak untuk mengqishas bisa memilih antara
mengqishas atau memaafkannya dengan membayar diat atau memaafkannya sama sekali
(tanpa membayar diat).
8. Wajib membunuh orang yang murtad, jika dia tidak bertaubat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ
مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ
بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ
الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ
لِلْجَمَاعَةِ
“Dari
Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda : Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah
selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah
utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang
lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari
jamaahnya”.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
1.
Memerdekan seorang budak yang
beriman, dan memberikan diyat (ganti rugi) kepada keluarga si mayat,
kecuali jika keluarganya membebaskannya dan menganggap seekah buat si pembunuh.
2.
jika yang dibunuh adalah kafir
dzimmi maka diyat tersebut diberika kepada keluarganya, dan juga
membebaskan seorang budak yang mukmin.
3.
Jika membebaskan budak dan
membayar diyat tidak mampu, maka mesti berpuasa dua bulan berturut-turut
a.
Seorang yang sudah nikah, atau
janda, atau duda, yang berzina.
b.
Seorang yang membunuh manusia
lain secara tidak hak.
c.
Orang yang meninggalkan agama
dan jamaahnya (murtad).
B.
Saran
Demikianlah penyusunan makalah yang semapat
disusun oleh penulis dengan harapan untaian saran dan kritikan sesame penimba
ilmu ditujukan kepada penulis sebagai proses penyempurnaan penulisan-penulisan
berikutnya, Karen penulis sadar akan ketidaksempurnaan makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
-
Riwayat Bukhori dan Muslim
-
HR. Bukhari No. 105 dan
Muslim no. 1679
-
Fiqhus Sunnah, 2/406
-
Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar